lintasarta-blog

April 23, 2014

Merancang Customer Service Satisfaction

Kesalahah pahaman yang paling umum adalah mengartikan urusan pelanggan semata tanggung jawab bagian customer service.  Pelayanan terhadap pelanggan bukanlah menjadi tanggung jawab bagian tertentu melainkan sebuah kebijakan yang harus dibuat, didesain menjadi sistem pada sebuah perusahaan.

“Customer service untuk mendapatkaan kepuasaan pelanggan (customer satisfaction) itu sebuah kebijakan. Karena itu harus bersifat top down. Kalau pimpinan perusahaan tidak ingin membangun itu ya tidak bisa,” tegas Yuliana Agung CEO Carre Center for Customer Satisfaction and Loyalty (CCSL).

Merancang strategi customer service, jelas Yuliana hampir mirip dengan membuat strategi dalam marketing yang terkenal dengan istilah 4 P , hanya ditambah dengan dua hal penting lagi, yaitu people (orang) dan process (proses).  Dua P tambahan ini yang membuat banyak perusahaan masih enggan membangun customer service mereka, karena membutuhkan investasi yang tidak sedikit dalam membangun manusia. Sementara untuk proses, perusahaan perlu melakukan evaluasi dan perbaikan  terhadap keseluruhan proses yang ada ketika banyak pelanggan mengajukan keluhan atau ketidakpuasan.

Yuliana menjelaskan, karena berkaitan dengan people dan process, sudah sewajarnya hasil dari kebijakan customer service untuk kepuasan pelanggan itu tidak bisa didapatkan dalam waktu yang singkat.  Hasil itu baru akan didapatkan dalam waktu yang relatif  lama,antara 5-7 tahun kemudian. Ini yang membuat banyak perusahaan di Indonesia masih enggan untuk menerapkannya.

Mereka masih menggantungkan bagaimana mendapatkan profit dengan menaikkan volume penjualan dan menekan harga. Padahal mengandalkan profit dengan cara ini menurutnya rentan karena jika ada kenaikan harga, customer akan pergi.“Jika pelayanan pelanggan itu sudah menjadi jiwa seluruh yang ada di perusahaan, keuntungan, profit akan datang dan waktunya lebih panjang,” tuturnya.

Keuntungan itu berjangka panjang, sebut Yuliana karena berasal dari akumulasi pengalaman baik para pelanggan. Akumulasi pengalaman baik itu akan berubah menjadi sebuah kesetiaan (loyalty) pelanggan. Keuntungan lainnya yang tidak kalah besar adalah perusahaan sudah menjadi sebuah brand, sebuah keunggulan, nama baik.

“Salah satu hal positif lain adalah jika itu sudah tercapai, maka persaingan bisnis tidak berkutat pada perang harga. Persaingan akan ditentukan dengan siapa yang lebih memberikan pelayanan yang terbaik kepada para pelanggan. Ini membuat bisnis menjadi lebih sehat,” ujarnya.

Perusahaan, tutur Yuliana, tidak perlu takut jika ingin menerapkan kebijakan customer service satisfaction. Kebijakan ini sering secara mudah dimaknai sebagai unsur biaya (cost) dalam perusahaan. Padahal, customer service satisfaction bisa dimasukkan sebagai komponen harga yang diberikan kepada pelanggan atas produk plus pelayanan yang diberikan. Dengan demikian, customer service satisfaction akan memberikan keuntungan kepada perusahaan dan pelanggan. Bagaimanapun juga, setiap perusahaan perlu profit agar tetap bisa berkembang.

Dia mencontohkan Singapore Airlines. Maskapai ini terkenal memberikan harga yang lebih tinggi kepada para pengguna jasa penerbangan ini. Ini karena maskapai milik Singapura ini memasukkan pelayanan sebagai komponen harga. “Padahal pesawat mereka sama dan harga kepada customernya lebih mahal. Tetap customernya tetap banyak dan tidak keberatan, ini karena service yang mereka berikan dinilai pelanggan setara dengan harga yang mereka bayar,” ujarnya.

Sebuah sistem customer service satisfaction memang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan kualitas sumber daya manusia. Hanya saja, Yulian mengingatkan bahwa keseimbangan yang tepat dari keduanya akan membuat sistem customer service satisfaction lebih optimal. Teknologi digunakan kepada hal-hal yang di luar kemampuan manusia, seperti menghapalkan informasi pelanggan yang jumlahnya ribuan bahkan jutaan agar didapatkan keputusan yang cepat dan akurat. Sementara hal-hal yang berkaitan dengan diperlukan sentuhan personal, sebaiknya tetap diberikan kepada manusia. “Senyum itu tidak bisa diserahkan kepada teknologi. Juga greeting,” paparnya.

Pendekatan terbaru dalam customer service satisfaction, sebut Yuliana adalah customer management. People dan process dalam stategi customer service sebenarnya lebih upaya ke dalam bagi perusahaan untuk membangun budaya pelayanan. Sementara customer management ini diterapkan setelah upaya membangun budaya pelayan berjalan dengan lebih menekankan pada customer. Perusahaan harus lebih bersedia untuk mendengarkan pelanggannya, tidak hanya keluhannya, tetapi juga harapannya. Dengan itu diharapkan perusahaan mampu memberikan solusi atau alternative agar para pelanggannya bisa tumbuh. Pertumbuhan pelanggan ini penting karena pada akhirnya akan memberikan keuntungan kepada perusahaan.