lintasarta

March 03, 2021

Bagaimana Peran Teknologi IoT dalam Memantau Polusi Udara

Polusi udara masih menjadi salah satu persoalan bagi pemerintah kota karena efeknya yang bisa mengancam kesehatan warga secara serius. Bahkan, data yang diluncurkan Greenpeace Asia dan IOAir AirVisual, menunjukkan polusi udara bertanggung jawab atas kematian dini sebanyak 6.100 jiwa di Jakarta sejak 1 Januari 2020.



Polusi udara juga memiliki dampak terhadap perekonomian daerah. Di Jakarta, misalnya, yang menurut riset Greenpeace Asia dan IOAir AirVisual, diketahui telah memakan biaya ekonomi sebesar Rp21,5 triliun, atau setara dengan 26% keseluruhan dari anggaran kota Jakarta pada 2020.



Baca juga: Tingkat Kriminalitas Tinggi, Sudah Maksimalkah Penggunaan Teknologi CCTV?



Selama pandemi, pemerintah kota menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sepanjang 2020. Meski begitu, kualitas udara di Jakarta dianggap masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena masih banyaknya pembangkit listrik tenaga batubara yang beroperasi di luar Jakarta.



Pada Juni 2020, Jakarta sempat berada di peringkat satu dari lima kota di dunia dengan kualitas udara terburuk. Berdasar hal inilah, Greenpeace sempat mendesak pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menambah stasiun pemantauan kualitas udara yang dapat mewakili Jakarta secara keseluruhan.



Teknologi Internet of Things (IoT)



Penggunaan teknologi Internet of Things (IoT) untuk memantau dan mendeteksi kualitas udara sebenarnya sudah diterapkan di sejumlah negara. Di London, misalnya, ada proyek bernama "Pigeon Air Patrol" sebagai pengembangan teknologi Smart City dengan membekali beberapa burung merpati dengan sensor IoT untku memantau polusi udara.



Cara berbeda juga dilakukan oleh United States Enviromental Protection Agency (EPA). Pada 2016, EPA mengajak komunitas warga mengikuti kompetisi untuk mengetahui cara penyebaran sensor pemantau kualitas udara yang efektif, sekaligus cara pengumpulan data di kota Baltimore Lafayette dan Louisiana.



Baca juga: Peran SD-WAN dalam Dunia IoT untuk Industri Perbankan



Sementara itu, di Indonesia, pada 2019 Balai Besar Industri Hasil Perkebunan (BBIHP), unit pelaksana teknis di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian (BPPI Kemenperin) telah menciptakan sensor pemantau kualitas udara bernama Digital Impinger.



Sensor tersebut berguna untuk memantau kualitas udara ambien atau udara bebas pada lapisan troposfir yang memengaruhi kesehatan manusia dan unsur lingkungan hidup lain. Data dari Digital Impinger yang terhubung dengan jaringan teknologi IoT tersebut nantinya akan dikirim ke server, kemudian akan disimpan dalam database yang dapat diakses dan ditampilkan sesuai kebutuhan.



Solusi SKOTA Data by Lintasarta



Penggunaan teknologi IoT untuk memantau kualitas udara sangat perlu dilakukan oleh pemerintah apabila ingin mewujudkan kota yang sehat dan layak huni. Hal ini pun sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengimplementasikan Smart City yang sudah berjalan di beberapa daerah di Indonesia.



Lintasarta yang telah memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun dalam industri informasi dan teknologi memiliki solusi untuk mendukung program Smart City pemerintah melalui SKOTA by Lintasarta. Solusi ini menawarkan program end-to-end, yang dibagi ke dalam beberapa tahapan, mulai dari perencanaan, implementasi, hingga sosialisasi kepada masyarakat.



Baca juga: Manfaat Social Media Listening: Bantu Mengatasi Banjir hingga Memonitor Hoax



Dengan dukungan teknologi IoT yang terdapat dalam SKOTA Data by Lintasarta, pemerintah dapat menerapkan sensor kualitas udara yang mampu menyajikan data untuk melacak puncak waktu kualitas udara rendah, mengidentifikasi penyebab polusi dan memberikan analisis data untuk menyimpulkan tindakan yang bisa ditempuh. Sensor tersebut dapat memberikan rekomendasi untuk mengurangi polusi udara, bahkan di kota-kota dengan penduduk yang padat.



Hubungi kami untuk mengetahui mengetahui informasi lebih detail dari solusi yang ditawarkan SKOTA Data by Lintasarta.